Sabtu, 25 Juli 2020

Materi kelas 3 (pelajaran 2) Al Islam


Pelajaran 2

Pentingnya saling menghargai

A.       Surat Al Humazah Dan Kandungannya

 

يۡلٌ لِّـكُلِّ هُمَزَةٍ لُّمَزَةِ

1. Celakalah bagi setiap pengumpat dan pencela,

اۨلَّذِىۡ جَمَعَ مَالًا وَّعَدَّدَهٗ

2. yang mengumpulkan harta dan menghitung-hitungnya

يَحۡسَبُ اَنَّ مَالَهٗۤ اَخۡلَدَهٗ

3. dia (manusia) mengira bahwa hartanya itu dapat mengekalkannya.

كَلَّا لَيُنۡۢبَذَنَّ فِى الۡحُطَمَةِ

4. Sekali-kali tidak! Pasti dia akan dilemparkan ke dalam (neraka) Hu¯amah.

وَمَاۤ اَدۡرٰٮكَ مَا الۡحُطَمَةُ

5. Dan tahukah kamu apakah (neraka) Hu¯amah itu?

نَارُ اللّٰهِ الۡمُوۡقَدَةُ

6. (Yaitu) api (azab) Allah yang dinyalakan,

الَّتِىۡ تَطَّلِعُ عَلَى الۡاَفۡـــِٕدَةِ

7. yang (membakar) sampai ke hati.

اِنَّهَا عَلَيۡهِمۡ مُّؤۡصَدَةٌ

8. Sungguh, api itu ditutup rapat atas (diri) mereka,

فِىۡ عَمَدٍ مُّمَدَّدَةٍ

9. (sedang mereka itu) diikat pada tiang-tiang yang panjang.

 

Kandungan surat al humazah

Al-hammas berarti orang yang melakukan umpatan dalam bentuk ucapan, sedangkan al-lammaz berarti orang yang melancarkan celaan dalam bentuk perbuatan. Artinya, merendahkan dan menilai orang lain kurang. Dan penjelasan mengenai hal ini telah diberikan sebelumnya yakni pada firman Allah Ta’ala: hammaaazim masy-syaa-im binamiim (“Yang banyak mencela, yang kian kemari menghambur fitnah.”) (al-Qalam: 11). Ibnu ‘Abbas mengatakan: “Humazatillumazah berarti orang yang suka mencela dan menilai cacat orang lain.” Ar-Rabi’ bin Anas mengatakan: “Al Humazah berarti melakukan pengumpatan di hadapannya, sedangkan al-lumazah adalah celaan yang dilakukan di belakang.” Qatadah mengatakan: “Al-Humazah dan al-lumazah  itu adalah dengan lidah dan matanya serta memakan daging orang lain dan melontarkan celaan kepada mereka.” Lebih lanjut, sebagian dari mereka mengatakan: “(Orang) yang dimaksud dengan hal tersebut adalah al-Akhnas bin Syuraiq.” Dan ada juga yang mengatakan selainnya. Mujahid mengatakan: “Ia bersifat umum.”

 

Firman Allah Ta’ala: alladzii jama’a maalaw wa’addadah (“Yang mengumpulkan harta lagi menghitung-hitung.”) Yakni mengumpulkan sebagian hartanya dengan sebagian lainnya seraya menghitung jumlahnya. Yang demikian itu seperti firman-Nya yang lain: wa jama’a fa-au’aa (“Serta mengumpulkan [harta benda] lalu  menyimpannya.”)  (al-Ma’aarij: 18). Demikian yang dikemukakan oleh as-Suddi dan Ibnu Jarir.

 

Dan mengenai firman-Nya: alladzii jama’a maalaw wa’addadah (“Yang mengumpulkan harta lagi menghitung-hitung.”) Muhammad bin Ka’ab mengatakan: “Hartanya membuatnya lalai pada siang hari, yang ini sampai kepada yang lain. Dan jika malam tiba ia teronggok seperti bangkai busuk.”

 

Firman-Nya: yahsabu anna maalahuu akhladah (“Dia mengira bahwa hartanya itu dapat mengekalkannya.”) maksudnya dia menduga bahwa pengumpulan harta yang dia lakukan dapat menjadikannya hidup kekal di dunia ini. Kallaa (“Sekali-sekali tidak.”) yakni masalahnya tidak seperti diakui dan dikira. Kemudian Dia berfirman: layumbadzanna fil huthamah (“Sesungguhnya dia benar-benar akan dilemparkan ke dalam Huthamah”) yakni, orang yang mengumpulkan dan menghitung-hitung hartanya itu akan diceburkan ke dalam Huthamah, yakni salah satu nama neraka. Disebut demikian karena neraka itu menghancurkan penghuninya. Oleh karena itu Dia berfirman:

 

Wa maa adraaka mal huthamah, naarullaahil muuqadah, allatii taththali’u ‘alal af-idah (“Dan tahukah kamu apa Huthamah itu? Yaitu api (yang disediakan) Allah yang dinyalakan, yang (membakar) sampai ke hati.” Tsabit al-Bannani mengatakan: “Api membakar mereka sampai ke dalam hati, sedang ketika itu mereka dalam keadaan hidup.” Kemudia dia mengatakan: “Adzab itu sudah ada yang menimpa beberapa orang dari mereka.” Dan setelah itu dia menangis. Muhammad bin Ka’ab mengatakan: “Api itu memakan segala sesuatu dari tubuhnya sehingga ketika api sampai di hatinya mendekati tenggorokannya, api itu kembali ke jasadnya.”

 

Firman Allah Ta’ala: fii ‘amadim mumaddadah (“Sedang mereka itu diikat pada tiang-tiang yang panjang.”) ‘Athiyyahal-‘Aufi mengatakan: “Yakni tiang-tiang yang terbuat dari besi.” As-Suddi mengatakan: “Yakni berasal dari api.” Syabib bin Bisyir meriwayatkan dari ‘Ikrimah, dari Ibnu ‘Abbas: fii ‘amadim mumaddadah (“Sedang mereka itu diikat pada tiang-tiang yang panjang.”) yakni pintu-pintunya yang panjang.

 

B.       Adab bertamu dan memuliakan tamu

1.       Adab bertamu

a.       Mencari waktu yang tepat untuk bertamu

b.      Mengetuk pintu tiga kali

c.       Mengucapkan salam ketika masuk rumah

d.      Jangan duduk jika tidak dipersilahkan

e.      Menjaga pandangan, jangan sampai kita melihat se isi rumah

f.        Menjaga kesopanan pasa waktu duduk

2.       Adab menerima tamu

a.       Setiap menerima tamu harus bersikap ramah

b.      Memperbanyak senyum dan menunjukan wajah bahagia

c.       Mempersilahkan duduk ada tamu

d.      Memberikan suguhan sewajarnya tanpa terkesan paksaan

e.      Memperlihatkan sikap bersahabat

C.      Sikap wajib dan mustahil Allah

D.     
 Rukun dan syarat sah Puasa Ramadhan

Setiap ibadah dalam agama Islam, termasuk puasa Ramadhan, dianggap sah jika sudah terpenuhi syarat dan rukunnya. Puasa Ramadan memiliki lima syarat wajib dan dua rukun yang harus tuntas dipenuhi untuk dapat dianggap sah.

 

Kewajiban puasa merupakan salah satu dari rukun Islam yang wajib ditunaikan setiap muslim dan muslimah yang telah memenuhi syarat.

 

Perintah puasa termaktub dalam surat Al-Baqarah ayat 183 yang artinya: "Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa."

 

 

Selain itu, puasa juga termasuk ibadah dengan keutamaan yang istimewa. Dalam salah satu hadis qudsi diterangkan, bahwa setiap amal kebaikan manusia akan dilipatgandakan dengan 10 kebaikan yang semisal hingga 700 kali lipat, kecuali amal puasa. Allah berfirman, "Puasa tersebut untuk-Ku dan Aku sendiri yang akan membalasnya karena ia telah meninggalkan syahwat dan makanannya demi Aku," (HR. Muslim).

 

Syarat Wajib Puasa Ramadhan

 

Syarat wajib adalah ketentuan yang mesti dipenuhi seorang muslim sebelum melaksanakan suatu ibadah. Orang yang belum memenuhi syarat wajib puasa, maka kewajiban puasanya gugur dan ia tidak diharuskan menjalankan puasa.

 

Agus Arifin dalam buku Step By Step Fiqih Puasa (2013: 87-88) menuliskan beberapa syarat wajib puasa sebagai berikut:

 

1. Bertatus muslim

 

Karena puasa termasuk rukun Islam, hanya orang muslim dan muslimah yang wajib menunaikan ibadah puasa. Jika seseorang murtad, keluar dari Islam, kewajiban puasa baginya gugur dan ia tidak memenuhi syarat wajib puasa.

 

Syarat keislaman ini dijelaskan dalam hadis yang diriwayatkan dari Abdullah bin 'Umar bin Khattab Ra yang berkata: saya mendengar Rasulullah Saw. bersabda: "Islam didirikan dengan 5 hal, yaitu persaksian tiada Tuhan selain Allah SWT dan Muhammad adalah utusan-Nya, didirikannya sholat, dikeluarkannya zakat, dikerjakannya haji di Baitullah [Ka’bah], dan dikerjakannya puasa di bulan Ramadan,” (HR. Bukhari dan Muslim).

 

2. Balig atau mencapai masa pubertas

 

Syarat wajib puasa yang kedua ialah telah mencapai status balig atau pubertas. Bagi laki-laki, ia ditandai dengan keluarnya sperma dari kemaluannya, baik dalam keadaan tidur ataupun terjaga. Sementara itu, bagi perempuan, status balig ditandai dengan menstruasi.

 

Dalam uraian "Syarat Wajib dan Rukun Puasa Ramadhan" yang ditulis Ustaz Syaifullah Amin syarat keluar mani pada laki-laki dan haid pada perempuan ada di batas usia minimal 9 tahun. Di sisi lain, bagi laki-laki dan perempuan yang belum keluar sperma dan belum menstruasi, batas minimal dikatakan balig jatuh pada usia 15 tahun dari usia kelahiran.

 

3. Berakal sehat

 

Syarat wajib puasa yang ketiga bagi seorang muslim dan balig, adalah ia harus memiliki akal yang sehat, sempurna, dan tidak gila. Selain itu, ia juga tidak mengalami gangguan mental dan tidak hilang kesadarannya karena mabuk.

 

Seorang muslim yang mabuk tidak terkena hukum kewajiban menjalankan ibadah puasa. Namun, terdapat pengecualian pada orang mabuk dengan sengaja, misalnya karena konsumsi minuman keras. Jika sengaja mabuk, ia wajib mengganti (qadha) puasanya di hari selain bulan Ramadan.

 

Syarat kebalig-an dan akal sehat ini bersandar pada sabda Nabi Muhammad SAW: "Tiga golongan yang tidak terkena hukum syar’i: orang yang tidur sapai ia terbangun, orang yang gila sampai ia sembuh, dan anak-anak sampai ia baligh,” (HR. Abu Dawud dan Ahmad).

 

4. Kemampuan menunaikan puasa

 

Setelah terpenuhi tiga syarat wajib di atas, yang keempat ialah kemampuan menjalankan ibadah puasa. Jika seorang muslim tidak mampu menjalankan puasa karena sebab tertentu, ia diwajibkan mengganti di bulan berikutnya atau membayar fidyah.

 

Ketidakmampuan berpuasa ini bisa terjadi karena perjalanan yang memberatkan (musafir), sakit, hamil dan menyusui, dan berusia sangat tua atau sudah renta.

 

5. Mengetahui awal Ramadan

Syarat wajib yang terakhir adalah mengetahui awal Ramadan dan hari pertama puasa hingga sebulan penuh.

 

Rukun Puasa Rmadhan

1. Niat puasa

 

Niat adalah penegasan status fardu dari ibadah puasa Ramadhan. Hal ini menunjukkan kejelasan adanya ibadah, bukan hanya sekadar kehendak menunaikannya. Menurut ulama Mazhab Syafi'i, setiap orang yang hendak berpuasa disunahkan untuk melafalkan bacaan niatnya.

 

Bacaan niat puasa Ramadan adalah sebagai berikut:

 

نَوَيْتُ صَوْمَ غَدٍ عَنْ أَدَاءِ فَرْضِ شَهْرِ رَمَضَانِ هذِهِ السَّنَةِ لِلهِ تَعَالَى

 

Bacaan latinnya: "Nawaitu sauma ghadin an'adai fardi syahri ramadhani hadzihisanati lillahita'ala"

 

Artinya: "Saya niat berpuasa esok hari untuk menunaikan fardhu di bulan Ramadan tahun ini, karena Allah Ta'ala."

 

2. Menahan diri dari pembatal-pembatal puasa

 

Rukun kedua dalam ibadah puasa sebagaimana definisinya, yakni menahan diri dari segala hal yang dapat membatalkan sejak terbit fajar (waktu subuh) hingga terbenamnya matahari (waktu magrib) dengan niat karena Allah SWT.

 

Terdapat beberapa hal yang membatalkan puasa, seperti makan-minum, hubungan suami-istri di siang hari, muntah disengaja, keluar mani disengaja, haid, nifas, serta murtad keluar dari Islam.

 

Tugas :

1.       Melafalkan surat Al Humazah (Video)


 

 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Peran Guru dalam Pergeseran Khittah Pendidikan

  Pendidikan merupakan aset berharga bagi kemajuan suatu negara. Sebagaimana telah dikemukakan para ahli bahwa pendidikan merupakan tanggu...