Membaca secara ilmu
tajwid dan mempelajari kandungan surat Al ‘alaq dan Ad Duha
Surat Al-Alaq terdiri atas 19 ayat, diturunkan
di Mekah (Makkiyah).Dalam surat Al-Alaq ini dibicarakan tentang penciptaan
manusia dari Al-Alaq(segumpal darah) hingga nasibnya di akhirat nanti. Sehingga
surat Al-‘Alaq initidak ubahnya seperti Al-syarh wa Al-bayan (penjelasan dan
keterangan). Ayat pertama sampai kelima adalah ayat yang diturunkan pertama
kali oleh Allahkepada Nabi Muhammad saw, yaitu pada waktu ia berkhulwat di gua
Hira’.Asbabun nuzulnya adalah adanya problema aktual yang dihadapi ummat yang menjadi
sebab umat tersebut jatuh kedalam lubang jahiliyah, yaitu :
·
Karena mereka menyekutukan Tuhan (syirik).
·
Karena mereka tidak mengetahui tentag siapa dirinya dan apa tugas
yangharus dilakukan.
·
Karena mereka membiarkan dirinya berada dalam kebodohan.
Surah Ad-Duha adalah surah ke-93 dalam
al-Qur’an dan terdiri atas 11 ayat. Surah ini termasuk golongan surah Makkiyah
dan diturunkan sesudah surah Al-Fajr. Nama Adh Dhuhaa diambil dari kata yang
terdapat pada ayat pertama, yang artinya “waktu matahari sepenggalahan naik”.
Surat Adh Dhuhaa menerangkan tentang
pemeliharaan Allah SWT terhadap Nabi Muhammad SAW dengan cara yang tak
putus-putusnya, larangan berbuat buruk terhadap anak yatim dan orang yang
meminta-minta dan mengandung pula perintah kepada Nabi supaya mensyukuri segala
nikmat.Adapun Tafsir makna dan kandungan Surah Ad-Dhuha adalah sebagai berikut
:
Ibnu Katsir berkata, “Dianjurkan bertakbir
dari akhir surah Adh Dhuha sampai akhir surah An Naas. Para ahli qiraa’at
menyebutkan, bahwa hal itu termasuk sunnah yang ada riwayatnya, dan mereka
menyebutkan alasan mengucapkan takbir dari awal surah Adh Dhuha, yaitu bahwa
ketika wahyu terlambat turun kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam
dan terputus selama waktu tersebut, kemudian malaikat datang dan menyampaikan
wahyu kepada Beliau, “Wadh Dhuhaa-Wallaili bidzaa sajaa.” Yakni surah Adh Dhuha
sampai akhirnya, maka Beliau bertakbir karena gembira dan senang.” Ibnu Katsir
berkata pula, “Riwayat tersebut tidak diriwayatkan dengan isnad yang dapat
dihukumi shahih maupun dha’if, wallahu a’lam.”Imam Bukhari meriwayatkan dengan
sanadnya yang sampai kepada Jundub bin Sufyan ia berkata: Rasulullah
shallallahu 'alaihi wa sallam pernah sakit sehingga tidak bangun selama dua
atau tiga malam, lalu ada seorang wanita yang datang berkata, “Wahai Muhammad,
sesungguhnya aku berharap setanmu telah meninggalkanmu, karena aku tidak
melihat dia mendekatimu sejak dua atau tiga malam.” Maka Allah ‘Azza wa Jalla
berfirman, “Wadh dhuhaa—Wallaili idzaa sajaa—Maa wadda’aka Rabbuka wamaa
qalaa.” (Hadits ini diriwayatkan pula oleh Muslim, Tirmidzi, dan ia berkata,
“Hadits ini hasan shahih,” Ahmad, Thayalisi, Ibnu Jarir, Al Humaidiy, dan Al
Khathiib dalam Muwadhdhih Awhaamil Jam’i wat Tafriiq juz 2 hal. 22).Allah
Subhaanahu wa Ta’aala bersumpah dengan waktu dhuha dan waktu malam ketika telah
sunyi untuk menerangkan perhatian Dia kepada Rasul-Nya shallallahu 'alaihi wasallam.Maksudnya,
ketika turunnya wahyu kepada Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam
terhenti untuk sementara waktu, orang-orang musyrik berkata, "Tuhannya
(Muhammad) telah meninggalkannya dan benci kepadanya.” Maka turunlah ayat di
atas untuk membantah perkataan orang-orang musyrik itu, yaitu, “Tuhanmu tidak
meninggalkan engkau (Muhammad) dan tidak (pula) membencimu,” yakni Allah
Subhaanahu wa Ta’aala tidaklah meninggalkan Beliau dan membiarkannya sejak Dia
mengurus dan mendidik Beliau, bahkan Dia senantiasa mengurus dan mendidik
Beliau dengan pendidikan yang sebaik-baiknya serta meninggikan Beliau sederajat
demi sederajat.Yakni Dia tidak membencimu sejak Dia mencintaimu. Inilah keadaan
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam yang dahulu dan yang sekarang; yakni
keadaan yang paling sempurna; kecintaan Allah untuk Beliau dan tetap terus
seperti itu serta diangkatnya Beliau kepada kesempurnaan, dan tetap terusnya
mendapatkan perhatian dari Allah Subhaanahu wa Ta’aala. Adapun keadaan Beliau
pada masa mendatang, maka sebagaimana firman-Nya, “Dan sungguh, yang kemudian
itu lebih baik bagimu daripada yang permulaan.”Maksudnya, bahwa akhir
perjuangan Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam itu akan menjumpai
kemenangan-kemenangan meskipun permulaannya penuh dengan kesulitan-kesulitan.
Allah Subhaanahu wa Ta’aala menguatkan agama Beliau, memenangkan Beliau
terhadap musuh-musuhnya serta memperbaiki kondisi Beliau sehingga Beliau
mencapai keadaan yang tidak dapat dicapai oleh orang-orang terdahulu maupun
yang datang kemudian, baik dalam hal keutamaan, kebanggaan maupun kegembiraan.
Sedangkan di akhirat, maka tidak perlu ditanya tentang keadaan Beliau; keadaan
Beliau penuh dengan berbagai kemuliaan dan kenikmatan. Oleh karena itu, Allah
Subhaanahu wa Ta’aala berfirman, “Dan sungguh, kelak Tuhanmu pasti memberikan
karunia-Nya kepadamu, sehingga engkau menjadi puas.” Pemberian-Nya yang besar
tidak mungkin diungkapkan selain dengan kata-kata itu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar